Multikultur secara etimologi marak digunakan pada
tahun 1950-an di Kanada. Konsepsi multikulturalisme diawali oleh perlawanan
sebagian warga kanada terhadap ambisi dominasi dan hegemoni kelompok
anglo-saxon dan franco di pusat kekuasaan kanada.
Pluralisme dalam masyarakat majemuk pada dasarmnya
memiliki beberapa makna , yakni 1.
Sebagai doktrin 2. Sebagai model 3. Keterkaitannya dengan konsep lain
1. Sebagai
doktrin , Pluralisme sering dimaknai
bahwa dalam setiap hal , tidak ada satupun sebab bersifat tunggal . atau ganda
bagi terjadinya perubahan masyarakat
2. Sebagai
model , Pluralisme memungkinkan terjadinya peran individu atau kelompok yang
beragam dalam masyarakat
3. Dalam
keterkaitannya dengan konsep lain , Pluralisme merupakan suatu pandangan bahwa
sebab dari sebuah peristiwa social harus dapat diuji melalui interaksi dari
beragam factor dan bukan dianalisis hanya dari satu factor semata dan
keberagaman factor itu adalah factor kebudayaan
Ada beberapa teori yang dapat digunakan
untuk menerangkan masyarakat multikultur. Liliweri mengidentifikasikan tujuh
tokoh sebagai perintis teori-teori multikultur.
1. Sokrates
Gagasannya
yang dekat dengan makna multikultur adalah tentang self-knowledge. Menurutnya ,
self-knowledge merupakan mahkota dari pendidikan setiap individu. Pengembangan
self-knowledge hanya dapat dilakukan ketika seseorang tengah beranjak dewasa.
2. Plato
Plato
tidak menyebut secara eksplisit tentang multikultur al , tetapi prinsip-prinsip
multicultural telah diperkenalkan dalam sebuah rancangan kurikulum pendidikan
liberal art , yang kualitasnya sepadan dengan kurikulum ilmu atau pendekatan
ekonomi maupun politik. Yang dimaksud dengan liberal art adalah semua bagi
semua. Jadi semua orang memiliki kebebasan untuk mengetahui semua hal.
3. Jean
Piaget
Piaget
yakin bahwa setiap perkembangan individu
tidak hanya dalam hal pengetahuan dan kemampuan, tetapi juga kemampuan untuk
bersikap empati. Empati adalah persepsi individu tentang kemiripan antara self
dan other. Empati harus dipahami sebagai proses untuk membuat perasaan seorang
individu menjadi semakin intim dengan perasaan orang lain , yang pada saatnya
menumbuhkan sebuah pengertian. Inilah arti penting dari empati yaitu mencegah
prasangka atau sikap yang tidak bersahabat.
4. Horace
kalen
Kallen
merupakan orang pertama yang mengkrontruksi teori pluralism budaya. Menurutnya jika
berbagai kebudayaan yang beragam atau perbedaan yang bervariasi itu dibiarkan
hidup dan berkembang dalam suatu bangsa, maka upaya kearah persatuan nasional telah dilakukan.
5. James
A.Bank
Banks
dikenal sebagi perintis pendidikan multikultur. Menurutnya bagian terpenting
dari pendidikan adalah mengajarkan “bagaimana cara berfikir” dan bukan
mengajarkan “apa yang difikirkan”. Dengan demikian seorang siswa harus menjadi
pemikir kritis dengan latar belakang pengethauan dan keterampilan ditambah
dengan komitmen.
6. Bill
Martin
Dalam
karya nya Multiculturalism: Consumerist or Transformation. Martin menuangkan
gagasannya bahwa smua isu yang berkaitan dengan pengembangan multikulturalisme
tumbuh dalam sebuah pertanyaan tenatng perbedaab cara pandang , seperti yang
dilakukan oleh para filsuf dan teoritikus social.
7. Martin
J.Beck matustik
Matustik menyampaikan gagasannya bahwa segala bentuk perdebatan yang dilakukan oleh masyarakat barat berkaitan dengan hokum atau tatanan dari sebuah masyarakat multicultural. Dalam artikelnya Ludic Corporate and Imperialism Multiculturalism : impostoes of Democracy and Cartographers of the New Wold Order , Matustik mengatakan bahwa kebudayaan , politik dan perang ekonomi sudah muncul.
Matustik menyampaikan gagasannya bahwa segala bentuk perdebatan yang dilakukan oleh masyarakat barat berkaitan dengan hokum atau tatanan dari sebuah masyarakat multicultural. Dalam artikelnya Ludic Corporate and Imperialism Multiculturalism : impostoes of Democracy and Cartographers of the New Wold Order , Matustik mengatakan bahwa kebudayaan , politik dan perang ekonomi sudah muncul.
Van den Berghe ( dalam Zulyani Hidayah , 1999 )
memberikan cirri-ciri masayarakat multicultural sebagi berikut :
1. Terjadinya
segmentasi ke dalam kelomppok-kelompok yang sering kali memiliki kebudayaan
atau lebih tepat sub kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
2. Memiliki
struktur social yang berbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplemer
3. Kurang
mengembangkan consensus diantara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai
social yang bersifat dasar
4. Secara
relative sering kali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang
lainnya
5. Secara
relative integrasi social tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan
didalam bidang ekonomi
6. Adanay
dominasi politik oleh suatu kelomppok atas kelompok-kelompok yang lain
KELOMPOK
–KELOMPOK SOSIAL DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR INDONESIA
Dalam
masyarakat secara nyata dapat dilihat
adnaay kelompok-kelompok social. Semakin maju suatu masyarakat maka semakin
beragam kelompok social yang da , dan semakin menambah kemajemukan dalam
masyarakat multikultur.
Kelompok
merupakan konsep yang sangat umum dipakai dalam sosiologi dan antropologi.
Sebenarnya kelompok merupakan kumpulan manusia yang memiliki syarat-syarat
tertentu.
Lebih
lanjut Soerjono Soekanto mengatakan bahwa kumpulan manusia baru dapat disebut sebagai
kelompok social apabila memenuhi persyaratan sebagi berikut :
1. Setiap
anggota sadar bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan
2. Terdapat
hubungan timbale balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lainnya
3. Terdapat
factor bersama yang dimiliki oleh anggota-anggota kelompok tersebut , sehingga
hubungan di antara mereka bertambah erat.
4. Berstruktur
, berkaidah , dan mempunyai pola perilaku
Sementara , Robert
Biersted memberikan tiga criteria terhadap kumpulan manusia agar bisa disebut
kelompok yaitu :
1.
Ada atau tidaknya organisasi
2.
Ada atau tidaknya hubungan social di
antara warga kelompok
3.
Ada atau tidaknya kesadaran jenis
diantara orang-orang yang ada dalam kelompok di maksud.
Berbagai tipe kelompok
social yang terdapat di dalam masyarakat multicultural dapat dikelompokkan ke
dalam klasifikasi sebagai berikut :
1.
Klasifikasi berdasarkan jumlah anggota.
Berdasarkan jumlah anggotanya kelompok-kelompok social dapat dibedakan menjadi
kelompok kecil , dan kelompok besar.
2.
Klasifikasi berdasarkan makna kelompok
bagi anggotanya berdasarkan makna kelompok bagi maisng-masing anggotanya
dibedakan adanya kelompok primer dan kelompok sekunder
3.
Klasifikasi berdasarkan sikap anggota
terhadap kelompoknya dan kelompok lain dapat dibedakan menjadi kelompok dalam
dengan kelompok lain atau kelompok-kelompok luar
4.
Klasifikasi berdasarkan sifat ikatan
antaranggota, dapat dibedakan menjadi Gemeinschaft gesellschaft Tonnies
menyatakan Gemeinschaft adalah kehidupan bersama yang akrab , bersifat pribadi
dan eklusif serta merupakan suatu keterkaitan yang dibawa sejak lahir.
PERKEMBANGAN KELOMPOK
SOSIAL PADA MASYARAKAT MULTIKULTUR DI INDONESIA
Kelompok social
bukanlah merupakan kelompok yang statis karena setiap kelompok social selalu
mengalami perkembangan atau perubahan. Perkembangan kelompok social dapat di
pengaruhi oleh factor lain dari dalam maupun luar. Jika dilihat dari sudut
pandang relasi antar kelompok , maka perkembanagn kelompok social bisa
disebabkan oleh bergbagai pola relasi antar kelompok.
Tiap-tiap kelompok
masyarakat di Indonesia saling berhubungan satu sama lain. Masing-masing
kelompok membentuk jaringan hubungan dengan kelompok-kelompok lain dalam suatu
system social. Hubungan antar kelompok tersebut dapat berupa kerja sama ,
persaingan bahkan konflik. Hubungan yang terbentuk antar kelompok masyarakat di
Indonesia tergntung pada latar belakang social-kultural dari hubungan yang
mereka jalani dengan segala perkembangannya.
Beberapa kemungkinan
pada relasi antar kelompok social yang terdapat dalam masyarakat multicultural
bisa berupa : Genosida , segregasi , Resistensi , Diskriminasi , dan Amalgamasi
Genosida merupakan
pembunuhan secara sistematis untuk menghancurkan kelompok ras , etnis atau
agama tertentu. Rasisme adalah keyakinan bahwa ras tertentu lebih superior atau
lebih inferior daripada ras yang lainnya , sehingga ras yang superior bisa
lebih berwenang dan berlaku sewenang-wenang terhadap ras yang inferior. Segresi
adalah pemisah kelompok rasa tau etnis tertentu secara paksa. Segresi merupakan
bentuk pelembagaan deskriminasi yang di terapkan dalam struktur social. Resistensi
adalah salah satu strategi yang dilakukan oleh kelompok minoritas untuk
menghindarkan diri dari konfrontasi. Kemudian diskriminasi adalah perlakuan
tidak adil yang dilakukan secara sengaja terhadap orang / kelompok lain. Dan
Amalgamasi merujuk pada hasil akhir yang
diperoleh jika kelompok mayoritas dan kelompok minoritas di satukan untuk
membentuk kelompok baru.
Nasikun mengungkapkan bahwa terdapat beberapa factor
yang menyebabkan terjadinya keanekaragaman suku bangsa , agama dan
kelompok-kelompok social lainnya dalam masyarakat Indonesia.
Factor-faktor tersebut diantaranya adalah :
a. Keadaan
geografis yang membagi wilayah Indonesia atas 13.667 pulau yang tersebar di
suatu daerah equator sepanjang kurang lebih 3000 mil dari timur dan lebih dari
1000 mil dari utara ke selatan.
b. Kenyataan
bahwa Indonesia terletak di antara samudra Hindia dan samudra Pasifik. Kenyataan
letak yang demikian ini sanagta mempengaruhi terciptanya pluralism agama di
dlaam masyarakat Indonesia melalui pengaruh kebudayaan bangsa lain.
c. Iklim
yang berbeda dan struktur tanah yang tidak sama di antara berbagai daerah di
kepulauan nusantara ini merupakan factor yang menciptakan pluralistis regional
di Indonesia.
Adapun diferensiasi
social yang melingkupi struktur social dalam kemajemukan masyarakat
indonesia adalah :
a. Diferensiasi
yang disebabkan oleh perbedaan adat
istiadat yang terjadi karena perbedaan etnik , budaya , agama dan bahasa
b. Diferensiasi
yang disebabkan oleh structural , hal ini disebabkan oleh kemampuan untuk
mengakses ekonomi dan politik sehingga menyebabkan kesenjangan social di antara
etnik yang berbeda.
Sejarah pertikaian
antar etnis skala besar yang juga pernah terjadi adalah pertikaian antara etnis
Madura dan etnis dayak di Kalimantan yang sampai terjadi dua kali. Ribuan jiwa
melayang , hara benda ludes , puluhan ribu orang menjadi pengungsi di Negara sendiri.
Bahkan pada daerah-daerah yang pernah menjadi tempat berlangsungnya program
transmigrasi hamper selalu timbul friksi-friksi kecil antara warga asli dan
warga pendatang. Mengacu pada uraian di atas , maka konsekuensi yang di hadapai
indonesia sebagai masyarakat multikultur adalah mengenai persoalan-persoalan
sebagai berikut :
1. Etnik
dan etnisitas
Pada awalnya istilah etnik hanya
digunakan nuntuk suku-suku tertentu yang di anggap bukan asli indonesia, namun
telah lama bermukim dan berbaur dalam masyarakat, serta tetap mempertahankan
identitas mereka melalui cara-cara khas mereka yang dikerjakan, dan atau karena
secara fisik mereka benar-benar khas. Misalnya etnik Cina,arab dan Tamil india.
Menurut bart (mendatu , 2006) ,
istilah etnik menunjuk pada suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras ,
agama , asal-usul bangsa ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada
system nilai budayanya. Kelompok etnik adalah kelompok orang-orang sebagai
suatu populasi yang :
a. Dalam
populasi kelompok mereka mampu melestarikan kelangsungan kelompok dengan
berkembang biak
b. Mempunyai
nilai-nilai budaya yang sama , dan sadar akan rasa kebersamaanya dalam suatu
bentuk budaya
c. Membentuk
jaringan kmunikasi dan interaksi sendiri
d. Menentukan
cirri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok dan dapat dibedakan dari
kelompok populasi lain.
Dalam antropologi ada tiga perspektif teori yang
dpaat digunakan untuk membahas mengenai etnisitas yaitu : 1. Teori Premoldial
2.Teori Situasional 3. Teori Relasional
Teori situasional
memandang bahwa kelompok etnis adalah
entitas yang dibangun atas dasar kesamaan para warganya, bagi mereka
yang lebih penting bukan wujud kesamaan itu sendiri melainkan perihal penentuan
dan pemeliharaan bats-batas etnis yang di yakini bersifat selektif dan
merupakan jawaban atas kondisi social historis tertentu. Teori ini menekankan
bahwa kesamaan cultural merupakn factor yang lebih besar disbanding kesamaan
darah dalam penggolongan orang-orang kedalam kelompok etnik.langan momentum.
Jadi berbicara tentang
etnisitas tetap tidak kehilangan momentum . Hanya saja , pemahaman mengenai mengenai etnisitas perlu
ditambahkan. Tidak saja etnik sebagi kategori orang-orang karena budaya dan darah , tetapi lebih penting lagi
karena telah menjadi kategori identitas politis , dimana identitas etnis tetap
di pertahankan karena memang bermanfaat.
Demikianlah , identitas
etnis sengat penting artinya di indonesia. Umumnya orang indonesia melakukan
pengolhan informasi social orang lain
berdasarkan skema kognitif berbasis asal etnik. Hal ini merupakan kewajaran
karena indonesia memang di konstruksi atas sub-sub yang berupa kelompok etnik.
Sementara itu di beberapa Negara yang lain , misalnya di Amrika serikat ,
Jerman dan Prancis, ras menjadi kategori utama .
Menurut Keefe ,
identitas etnis terdiri dari dua elemen yaitu :
a.
Identifikasi etnik sendiri vs kelompok
etnik lain melalui ponsel kognitif
b.
Derajat keterikatan pada kelompok dan
kebudayaannya yang nerupakan elemen afektif
2. Ethosentris
dan Primordialisme
Sebagai konsekuensi dari identitas etnis munculnya etnosentris ,
menurut Matsumodo(Mendatu,2006) , etnosentris adalah kecenderung untuk melihat
dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri. Berdasarkan definisi ini
etnosentris tidak selalu negative sebagaimana
umumnya dipahami. Etnosentris dalam hal tertentu juga merupakan hal
positif. Etnosentris jelas bukan sesuatu yang harus dihilangkan sama sekali. Ia patut dipelihara
karena etnosentris memang fungisional. Dalam hal ini , etnosentris fleksibel
lah yang harus dikembangkan. Tiga cara yang bisa kita lakukan untuk memperkuat
etnosentris fleksibel menurut Matsumoto adalah
a.
Mengetahui bagaimana acar kita memahami
realitas sebagaimana yang biasa kita lakukan dalam cara tertentu. Misalnya saja
kita mengerti bagaimana kitta melakukan penilaian tentang kesopanan. Sebab apa
yang sopan menurut budaya kita mungkin saja bukan merupakan kesopanan dalam
budaya lain.
b.
Mengakui dan menghargai kenyataan bahwa
orang-orang yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda memiliki
perbedaan cara dalam memamhami realitas dan bahwa versi mereka tentang sebuah
realitas adalah sah dan benar bagi mereka sebagaimana versi kita sah dan benar
untuk kita.
c.
Mengetahui mengenai budaya sendiri dan
budaya orang lain serta pengaruhnya terhadap cara-cara memahami realitas dalam
keadaan tertentu tidak cukup untuk menumbuhkan etnosentris fleksibel. Harus
juga dipelajari bagaimana untuk membedakan antar emosi , penilaian terhadap
moralitas dan penilaian tergadap kepribadian yang sering disamakan dengan
etnosentrisme dan cara pandang budaya.
3. Prasangka
Etnik
Prasangka adalah cara pandang atau perilaku
seseorang terhadap orang lain secara negative. Pendapat senada juga dikemukakan
oleh Myrdal , bahwa prasangka merupakan pembenaran atas perlakuan yang
membeda-bedakan kelompok-kelompok ras. Definisi ini membawa pada suatu kenyataan bahwa prasangka sangat potensial
menimbulkan sebuah kesalahpahaman. Suatu prasangka berangkat dari adanya
pandangan negative dengan adanya pemisahan yang tegas antara perasaan kelompok
ku (in-group) dan perasaan kelompok lain (out-group).
Horton dan Hunt (1992:65) mengemukakan penyebab
munculnya prasangka sebagi berikut :
Pertama, :
Sikap etnosentrisme yang cenderung membuat penilaian bahwa kelompok in group
adalah yang paling baik
Kedua, :
Adanya kenyataan bahwa dalam menghadapi orang luar atau kelompok luar apalagi
yang masih asing, seseorang cenderung memberikan stereotip , meskipun tidak
selalu benar.
Ketiga, :
Seseorang sering menggeneralisasi terhadap suatu kelompok
Keempat, :
Seseorang cenderung menentukan stereotip tentang anggapan bagaimana seharusnya
dalam hubungan antar kelompok
Kelima, :
Seseorang cenderung melakukan prasangka terhadap orang yang bersaing dengan
dirinya
Berdasarkan uraian diatas maka sebuah prasangka erat
kaitannya dengan stereotip. Menurut Ahmadi, stereotip dapat dia rtikan sebagi
sebuah gambaran atau angan-angan terhadap individu atau kelompok yang terkena
prasangka.
4. Kelompok Minoritas dan Kelompok Mayoritas
Kelompok minoritas adalah orang-orang yang karena
cirri-ciri fisik tubuh atau asal usul keturunannya atau kebuadayaan di pisahkan
dari orang-orang lainnya dan diperlakukan secara tidak sederajat atau tidak
adil dalam masyarakat dimana mereka itu hidup.
Keberadaan kelompok minoritas selalu dalam kaitan
dan pertentangannya dengan kelompok mayoritas , yaitu mereka yang menikmati
status social tinggi dan sejumlah keistimewaan yang banyak, mereka ini
mengembangkan seperangkat prasangka terhadap golongan minoritas yang ada dalam
masyarakatnya. Prasangka ini berkembang berdasarkan pada adanya :
a. Perasaan
superioritas pada mereka yang tergolong dominan
b. Sebuah
perasaan yang secara instriksik ada dalam keyakinan mereka bahwa golongan
minoritas yang rendah derajatnya itu adalah berbeda dari mereka dan tergolong
sebagai orang asing
c. Adanya
klaim pada golongan dominan bahwa sebagi akses sumber daya yang ada adalah
merupakan hk mereka dan disertai adanya ketakutan bahwa mereka yang tergolong
minoritas dan rendah derajatnya itu akan mengambil sumber daya sumber daya
tersebut.
5. Masalah
Disintegrasi Bangsa
Menurut Mashudi Noorsalim
(Semendwai, 2005 )ada empat persoalan besar berkaitan dengan isu hak hak
minoritas dalam kaitannya dengan multikulturalisme dan dilemma Negara bangsa ,
yaitu :
a.
Fakta bahwa keabekaragaman sukubangsa ,
ras ,a gama dan golongan social-ekonomi , semakin diperumit oleh factor
geografi Indonesia yang kepulauan , penduduk yang tinggal terpisah-pisah satu
sama lain, mendorong meningkatnya potensi disintegrasi
b.
Premis antropologi bahwa nasionalisme
dan Negara seyogyanya dibicarakan mulai dari akrnya , yakni mulai dari
konsep-konsep “sukubangsa” , “kelompok etnik” , dan “etnisitas” , jelas
menunjukkan bahwa apabila semangat
nasionalisme luntur karena berbagai sebab, maka yang tertinggal adalah semangat
kesukubangsaan yang menguat. Dengan kata lain , meningkatnya semangat
primoldial (antara lain kesukubangsaan) di tanah air akhir-akhir ini adalah
indikasi melunturnya nasionalisme.
c.
Hak-hak minoritas senantiasa melekat
pada fakta pengaturan keanekaragaman yang ada. Apabila pengaturan nasional
berorientasi pada kebijakan kebudayaan seragam dan sentralistis maka fakta
pluralism , diferensiasi , dan hierarki masyarakat dan kebuadayaan akan
meningkat. Dalam kondisi ini hak-hak minoritas akan terabaikan karena tertutup
oleh kebijakan Negara yang terkonsentrasi pada kekuasaan sentralistis. Namun ,
apabila pengaturan tersebut adalah demokratis dan/atau multikulturalisme , maka
hak-hak minoritas akan semakin dihargai. Yang perlu diperhatikan adalah upaya
membangun bangsa yang multicultural itu berhadapan dengan tantangan berat,
yaitu fakta keanekaragaman yang luas dalam konteks geografi , populasi ,
sukubangsa , agama dan lainnya.
d.
Perekat integrasi nasional yang selama
ini terjadi seperti politik penyeragaman
nasional dan konsentrasi kekuasaan yang besar sesungguhnya adalah hal yang
lumrah dalm politik pemeliharaan Negara bangsa.
Keanekaragaman
kelompok social dalam masyarakat multicultural di indonesia
Menurut Max Weber , dalam masyarakat multicultural
terdapat beberapa macam kelompok social yang berbeda antara kelompok yang satu
dengan kelompok yang lainnya, walaupun mereka termasuk dalm suatu masyarakat
yang sama. Berbagai tipe kelompok social dalam masyarakat multicultural
tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa criteria sebagai berikut :
a. Klasifikasi
berdasarkan jumlah anggota. Berdasarkan jumlah anggotanya kelompok-kelompok
social dapat dibedakan menjadi kelompok kecil dan kelompok besar
b. Klasifikasi
berdasarkan makna kelompok bagi anggotanya , maka kelompok social dapat dibedakan menjadi kelompok primer dan kelompok sekunder
c. Klasifikasi
berdasarkan sikap anggota terhadap kelompoknya dan kelompok lain , maka
kelompok social dibedakan menjadi kelompok dalam dan kelompok luar
d. Klasifikasi
berdasarkan sifat iktan antaranggota
Aneka
ragam kebudayaan masing-masing suku bangsa di indonesia , berdasarkan
ekosistemnya oleh Clifford Geertz (dalm Zulyani Hidayah ) , dikelompokkan
kedalam tiga tipe sebagi berikut :
a. Kebudayaan
yang berkembang di “indonesia dalam”(Jawa , Bali)
Kebudayaan yang berkembang di Indonesia dalam
ditandai oleh tingginya intensitas pengolahan tanah secara teratur dan telah
menggunakan system pengairan dan menghasilkan pangan padi yang ditanam di
sawah. Dengan demikian kebudayaan di Jaw yang menggunakan tenaga kerja manusia
dalam jumlah besar disertai peralatan yang relative lebih konflek itu merupakan
perwujudan upaya manusia secara lebih berani mengubah ekosistemnya untuk
kepentingan masyarakat yang bersangkutan.
b. Kebudayaan
yang berkembang di “Indonesia Luar”
Kebudayaan
di luar JAwa kecuali disekitar danau Toba , dataran tinggi Sumbar , dan
Sulawesi Barat Daya , berkembang atas dasar pertanian perladangan yang ditandai
dengan jarangnya penduduk yang pada umunya baru beranjak dari kebiasaan hidup
berburu kearah hidup bertani. Oleh karena itu , mereka cenderung untuk
menyelesaikan diri mereka dengan ekosistem yang ada , demi untuk meningkatkan
kesejahtraan masyarakat yang bersangkutan , kebudayaan pantai yang diwarnai
kebudayaan alam , dan kebudayaan masyarakat peladang serta pemburu yang masih
sering berpindah tempat.
c. Aneka
ragam kebudayaan yang tidak termasuk kedalam kebudayaan “Indonesia Dalam “
maupun “Indonesia Luar”
Kategori ini meliputi kebudayaan
orang Toraja di Sulawesi selatan , orang Dayak di pedalaman Kalimantan , orang
Halmahera , suku-suku di pedalaman Seram di Nusa Tenggara , orang GAyo di Aceh
, orang Rejang di Bengkulu dan Lampung di Sumatera Selatan. Pada umunya
kebudayaan mereka berkembang diatas system pencaharian perladanagn atau penanam
padi diladang , sagu , jagung maupun akar-akaran.
Jika ditinjau berdasarkan daerahnya , keanekaragaman
budaya masyarakat indonesia oleh Koentjaraningrat dibagi kedalam beberapa tipe
budaya sebagai berikut :
a. Tipe
budaya masyarakat berdasarkan system berkebun yang sangat sederhana , dengan
keladi dan ubi jalar sebagai tanaman pokoknya dlaam kombinasi dengan berburu
dan meramu. Penanaman padi tidak di biasakan , sisitem dasar kemasyarakatannya
berupa desa terpencil tanpa diferensiasi dan stratifikasi yang berarti :
gelombang pengaruh kebudayaan menanam padi , kebudayaan perunggu , kebudayaan
Hindu agama Islam tidak di alami. Isolasi tersebut akhirnya dibuka oleh Zending
atau Missie.
b. Tipe budaya masyarakat pedesaan berdasarkan bercocok
tanam diladang atau di sawah dengan padi sebagai tanaman pokok. System dasar
kemasyarakatan berupa komunitas petani dengan diferensiasi dan stratifikasi
social yang sedang dan yang merasa bagian-bagian bawah dari suatu kebudayaan
yang lebih besar dengan suatu bagian atas yang dianggap lebih halus dan beradab
didalam masyarakat kota.
c. Tipe
budaya mayarakat pedesaan berdasarkan system bercocok tanam di sawah dengan
padi sebagai tanaman pokoknya. System dasar kemasyarakatan berupa komunitas
petani dengan diferensiasi dan stratifikasi social yang agak sempit. Masyarakat
kota yang menjadikan arah orientasinya mewujudkan suatu bekas kerajaan pertanian
bercampur dengan peradaban kepegawaian yang dibawa oleh system pemerintah
colonial.
d. Tipe
budaya masyarakat kota yang mempunyai cirri-ciri pusat pemerintahan dengan
sector perdagangan dan industry yang lemah . Contoh, budaya local dengan tipe
masyarakat perkotaan terdapat pada kota-kota kabupaten dan provinsi-provinsi di
Indonesia
e. Tipe
budaya masyarakat metropolitan yang mulai mengembangkan suaru sector
perdagangan dan industry yang agak berarti tetapi masih didominasi oleh aktivitas kehidupan pemerintahan, dengan
suatu sector kepegawaian yang luas dan dnegan kesibukan politik di tingkat
daerah maupun nasional.
Berikut ini adalah kehidupan
berbangsa suku bangsa yang menggambarkan kebudayaan suku bangsa yang
bersangkutan .
a. Suku
bangsa aceh
Suku
bangsa aceh merupakan hasil pembauran beberapa bangsa pendatang dengan beberapa
suku bangsa asli di Sumatera, yaitu dari Arab , India , Persia , Turki , Melayu
dan lain-lain.
Bentuk
kelompok kekerabatan yang utama dalam masyarakat Aceh adalah keluarga inti ,
karena umumnya anggota rumah tangga terdiri dari ayah , ibu , dan anak-anaknya
saja. Prinsip garis keturunannya adalah Bilineal. Kerabat dari pihak ayah
disebut wali sedangkan kerabat dari pihak ibu disebut karong.
b. Suku
bangsa Baduy
Orang
baduy dianggap juga sebagai bagian dari
suku bangsa Sunda karena sebagian besar unsure
budaya dan bahsanya sama dengan kebudayaan Sunda. Masyarakat Baduy
terbagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok Baduy Dalam yang disebut juga Urang
Kejeroan, dan kelompok BAduy Luar yang disebut juga Urang Kaluarang atau Urang
Penamping.
Pemimpin
masyaarakat Badui secara adat dan spiritual adlaah seorang seorang pu’un yang
berkedudukan diwilayah kajeroan yang sering pula disebut tangtu atau Baduy
Dalam. Orang Baduy nampaknya juga mempunyai pelapisan social , yaitu :
a. Pertama adalah kelompok pu’un dan kerabatnya
b. Kedua
kelompok pembantu pu’un seperti baeresan , tangkesan , jaro tangtu , jaro
dangka dan palawari
c. Ketiga
kelompok pemimpin formal seperti lurah , dan para pmbantunya , jaro pareman dan
dukun.
d. Yang
terakhir orang Baduy Dangka
c. Suku
bangsa Sikka
Suku
bangsa Sikka berdiam di daerah antara Lio dan Larantuka, Kabupaten Sikka ,
daratan Pulau Flores , provinsi NTT. Namun Sikka kemungkinan berasal dari
kerajaan Sikka yang pernah berdiri. Mereka menyebut dirinya dengan Ata-Sikka.
Bahasa mereka sanagt dekat dengan bahasa penduduk di pulau Solor, yaitu
bersama-sama kelas bahasa Ambon-Timor dari kelompok Bahasa Papua.
Secara umum ada tiga pendekatan dalam mengelola
keragaman budaya dan etnik di dunia :
a. Pertama
, model yang mengedepankan nasionalitas , jus soli dan civic concept of
citizenship. Nasionalitas adalah sosok baru yang di bangun bersama tanpa
memperhatikan aneka ragam suku , bangsa , agama , bahasa dan nasionalitas
bekerja sebagai perekat integrasi.
b. Kedua
, model nasionalitas etnik yang mengacu pada prinsip ius sanguinis, kebalikan
dari ius soli. Nasionalitas etnik berlandaskan pada kesadaran kolektif etnik
yang kuat yang landasannya adalah hubungan darah dan kekerabatan dengan para
pendiri bangsa.
c. Ketiga
, model multicultural-etnik yang mengakui eksistensi dan hak-hak warga etnik
secara kolektif. Dalam model ini keanekaragaman menjadi realitas yang harus
diakui dan diakomodasi Negara dan identitas dan asal usul warga Negara
diperhatikan isu-isu yang muncul karena penerapan kebijakan ini tidak hanya
keanekaragaman kolektif dan etnik tetapi juga isu mayoritas minoritas , dominan
persoalannya menjadi lebih komplek bagi karena ternyata mayoritas tidak selalu
berarti dominan.
Selanjutnya didalam upaya mengembangkan masyarakat
multikultur United Nations for Education
Science and Cultural Organization(UNESCO) menawarkan 6 program pengembangan
yang terdiri dari :
a. Mencegah
terjadinya diskriminasi
b. Melakukan
riset kebijakan mengenai pengelolaan masyarakat yang multibudaya dan multi
etnik
c. Melakukan pertemuan , pertukaran dan sirkulasi
informasi sehingga tidak terjadi miskomunikasi
d. Menumbuhkan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengembangan masyarakat multikultur dengan
cara :
1. Melakukan
pendidikan mengenai hak-hak azazi manusia dan mendorong saling pemahaman antar
budaya
2. Memperkuat
kapasitas masyarakat local , sehingga mampu mandiri dan sejajar dengan yang
lainnya.
Peranan pendidikan multicultural dalam menjaga
integritas bangsa.
a. Pengertian
pendidikan multicultural
Multicultural adalah sebuah
realitas social dan merupakan fitra manusia yang apabila dikelola secar benar
akan melahirkan energy dan sebaliknya, jika ditangani secara keliru akan
menimbulkan bencana yang dahsyat. Dengan mencermati berbagai permasalahan dan
kondisi masyarakat indonesia sebagaimana yang sudah dijelaskan , maka hal-hal
yang menjadi kendala dalam penyelesaian masalah kultikultural di Indonesia , anatar
lain adalah :
a. Rendahnya
tingkat pengetahuan , pengalaman , dan jangkuan komunikasi sebagian masyarakat
yang dapat mengakibatkan rendahnya daya tangkal terhadap budaya asing yang
negative dan keterbatasan dalam menyerap serta mengembangkan nilai-nilai yang
positif sekaligus mudah sekali terprovokasi dengan isu-isu yang di anggap
mengancam eksistensinya.
b. Kurang
maksimalnya media komunikasi dalam memerankan fungsinya sebagi mediator dan
korektor informasi
c. Paradigm
pendidikan yang lebih menekankan pengembangan intelektual dengan mengabaikan
pengenmbangan kecerdasan emosional , pembentuklan sikap moral , dan penanaman
nilai budaya.
d. Meningkatnya
gejala”societal crisis on caring” karena tingginya mobilitas social dan
transformasi cultural yang ditangkap dan diadopsi secara terbatas
Sejalan dengan berbagai kendala yang dihadapi , maka
upaya penyelesaian masalah yang muncul dalam interaksi antar budaya dapat di
atasi dengan jalan :
Pertama : membangun kehidupan multicultural yang
sehat dengan meningkatkan toleransi dan apresiasi antar budaya melalui
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kebhinekaan budaya , dengan
mengenalkan berbagai cirri khas budaya tertentu.
Kedua : peningkatan peran media komunikasi untuk
melakukan sensor secara substantive yang berperan sebagai korektor terhadap
penyimpangan norma social yang dominan, dengan melancarkan tekanan korektif
terhadap subsistem yang mungkin keluar dari keseimbangan fungsional.
Ketiga : strategi pendidikan berbasis budaya dapat
menjadi pilihan karena pendidikan berbasis adat tidak akan melepaskan diri dari
prinsip bahwa manusia adalah factor utama sehingga manusia harus selalu
merupakan subjek sekaligus tujuan dalam setiap langkah dan upaya perubahan.
Beberapa hal yang dibidik dalam pendidikan
multicultural adalah :
Pertama : pendidikan multicultural menolak pandanagn
yang menyamakan pendidikan dengan persekolahan atau pendidikan multicultural
dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai
pendidikan sebagai transisi kebudayaan juga bermaksud membebaskan pendidik dari
asumsi bahwa tanggung jawab dalam mengembangkan kompetensi kebudayan tidak
semata-mata di tanag mereka melainkan tanggung jawab semua pihak
Kedua : pendidikan ini juga menolak pandanagn yang
menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik. Hal ini karena seringnya para
pendidik , secara tradisional mengasosiakan kebudayaan hanya dengan
kelompok-kelompok social yang relative self-sufficient. Oleh karena
individu-individu memiliki berbagai tingkat kompetensi dalam berbagai dialek
atau bangsa , dan berbagai pemahaman mengenai situasi-situasi dimana setiap
pemahaman sesuai , maka individu-individu memiliki berbagai tingkat kompetensi
dalam sejumlah kebudayaan.
Ketiga : pendidikan multicultural meningkatkan
kompetensi dalam beberapa kebudayaa. Kebudayan mana yang akan diadopsi
seseorang pada sewaktu-waktu ditentukan oleh situasinya. Meski jelasberkaitan ,
harus dibedakan secara konseptual antara identitas-ientitas yang disandang
individu dan identitas social primer dalam kelompok etnik tertentu.
Keempat : kemungkinan bahwa pendidikan meningkatkan
kesadaran menegnai kompetensi dalam beberapa kebudayaan akan menjauhkan kita
dari konsep dwibudaya atau dikotomi antara pribumi dan non pribumi.
Carl A Grant dan Cristine E.Sleeter(2003)
menjelaskan bahwa terdapat lima tipologi pendidikan multicultural yang
berkembang :
a. Mengajar
mengenai kelopok siswa yang memiliki budaya yang lain. Perubahan ini terutama
pada siswa dalam transisi dari berbagai kelompok kebudayaan ke dalam mainstream
budaya yang ada.
b. Hubungan
manusia. Program ini membantu siswa dari kelompok-kelompok tetrtentu sehingga
ia dapat mengikuti bersam-sama yang lain kedalam kehidupan social
c. Single
group studies. Program ini mengajarkan hal-hal yang memajukan pluralism, tetapi
tidak menekankan kepada adanay perbedaan stratifikasi social yang ada dalam
masyarakat
d. Pendidikan
multicultural. Program ini merupakan sustua reformasi pendidikan di
sekoalh-sekolah dengan menyediakan kurikulum serta materi-materi pelajaran yang
menekankan kepada adanya perbedaan siswa dalam bahasa, yang keseluruhannya
untuk memajukan pluralism kebudayaan dan equalitas social
e. Pendidikan
multicultural yang sifatnya rekontruksi social. Program ini bertujuan untuk
menyatukan perbedaan cultural dan menetang ketimpangan-ketimpangan social dalam
masyarakat.
b. Tujuan
Pendidikan Multukultural
Pendidikan multicultural berusaha
menolong siswa mengembanhkan rasa hormat kepada orang berbeda budaya , member
kesepatan untuk bekerja bersama dengan orang atau kelompok orang yang berbeda
etnis atau rasnya secara langsung , menolong siswa mengembangkan kebanggaan
terhadap warisan budaya mereka, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai sering
menjadi penyebab konflik antar kelompok masyarakat.
Sementara itu Banks (dalam skeel , 1995 )
mengidentifikasi tujuan pendidikan multicultural sebagai berikut :
1. Untuk
memfungsikan peranan sekolah dalam memandang keberadaan siswa yang beraneka
ragam
2. Untuk
membantu siswa dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan
cultural , ras , etnik , kelompok keagamaan.
3. Memberikan
ketahanan siswa dengan cara mengajarkan mereka dalam mengambil keputusan dan keterampilan sosialnya
4. Untuk
membnatu peserta didik dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan member
gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok
Secara konseptual ,
pendidikan multicultural menurut Groski
mempunyai tujuan dan prinsip sebagai berikut :
a. Setiap
siswa mempunyai kesempatan untuk mengembangkan prestasi mereka
b. Siswa belajar bagaimana belajar dan
berpikir secara kritis
c. Mendorong siswa untuk mengambil peran
aktif dalam pendidikan , dengan menghadirkan pengalaman-pengalaman mereka dalam
konteks belajar
d. Mengakomodasi semua gaya belajar siswa
e. Mengapresiasi kontribusi dari
kelompok-kelompok yang berbeda
f. Mengembangkan siakp positif terhadap
kelompok-kelompok yang mempunyai latar belakang berbeda
g. Untuk menjadi warga yang baik di
sekolah maupun di masyarakat
Lebih lanjut Groski memberikan rincian tentang
prinsip-prinsip pendidikan multicultural sebagi berikut :
a. Pemilihan
materi pelajaran harus terbuka secara budaya didasarkan pada siswa. Keterbukaan
ini harus menyatukan opini-opini yang berlawanan dan
interprestasi-interprestasi yang berbeda
b. Isi
materi pelajaran yang dipilih harus mendukung perbedaan dan persamaan dalam
lintas kelompok
c. Materi
pelajaran yang dipilih harus sesuai dengan konteks waktu dan tempat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar